Monday, 6 October 2014

Hutan Gambut



Hutan gambut adalah lahan  yang memiliki laoisan tanah kaya bahan organik ( C-Organik  18-60% ) dengan ketebalan 50 cm/ lebih . Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa – sisa tanaman yang belum melapuk / terurai secara sempurna ( setengah busuk )
Kandungan bahan organiknya tinggi , salah satunya adalah karbon . Tanah gambut banyak dijumpai di daerah rawa atau daerah ewa yang drainasenya buruk .
Lahan gambut merupakan penyangga ekosistem terpenting karna daya simpan air dan fungsinya sebagai penyerap dan penyimpan karbon baik di atas maupun di permukaan tanah , sehingga berkontribusi dalam mengurangi gas rumah kaca di atmosfer . Gambut kering dengan berat 50 – 200 kg/m3 dapat menyerap air sebanyak 800 – 950 L/m3 air , tergantung dari tingkat perombakannya dan keberadaan fraksi tanah mineral .
Gambut menyimpan karbon dalam bentuk senyawa organic , kandungan  karbon 30 – 115 kg/m3 ( 300 – 1.150 ton/ha ) dan simpanan karbon dari tanaman hutan alami gambut dapat mencapai >200 ton/hektar .

Pada areal gambut dangkal ( 0,5 – 1 m ) cocok untuk tanaman perkebunan dan kehutanan dengan system agroforestry ( kebun campuran ) . Semantara pada areal gambut sedang ( 1-2 m ) dan dalam ( >2 m ) cocok untuk masuk ke dalam skema REDD+ ( konservasi gambut ) , dimana pengelola mandapat keuntungan dari menjaga areal gambut dari kerusakan , pengeringan dan kebakaran yang akan menyebabkan pelepasan emisi karbon yang tersimpan pada gambut .
Apabila hutan gambut berubah ekosistemnya karena ditebang , di bakar , dan didrainase , maka karbon tersimpan pada gambut mudah teroksidasi menjadi gas CO ( salah satu gas rumah kaca terpenting , selain CH4 dan N2O ). Jika lahan gambut dibuka , apalagi dibakar , maka emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer sangatlah besar ( 3-10 kali emisi gas rumah kaca yang dilepaskan oleh ekosistem lainnya di daratan ).
Pembukaan lahan gambut akan merubah ekosistemnya , menghilangkan kemampuan menyimpan air , dan melepaskan karbon ke udara .
Emisi akibat dekomposisi gambut pada perkebunan sawit lebih tinggi dibanding  karet , karena kedalaman drainase untuk sawit jauh dan lebih dalam ( diasumsikan 60 cm ) dibanding untuk perkebunan karet ( diasumsikan 20 cm ) .
Menurut laporan Bank Dunia , Indonesia telah melepaskan 300 ton emisi karbon untuk setiap satu hektar lahan hutan yang di buka sebagai perkebunan .

UNFCCC / United Nations Farmework Covention on Climate Change ( Forum Perserikatan Bangsan – bangsa untuk Penanggulangan Perubahan Iklim ) sudah merumuskan REDD ( Reducing Emissions from Deforestation and Degradation = Pengurangan Emisi dari Dedeforestasi dan Degradasi Hutan ) , yaitu mekanisme imbalan / insentif yang bersifat positif bagi Negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan .

Deforestasi adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia . Sedangkan Degradasi hutan adalah penurunan kuantitas tutupan hutan dan stok karbon selama periode tertentu yang diakibatkan oleh kegiatan manusia . 


From : Taufik Akbar

No comments:

Post a Comment