Saturday, 23 November 2013

Data Terbaru Menunjukan Kebakaran Hutan di Indonsia Adalah Krisis Yang Telah Berlangsung Sejak Lama



Selama beberapa hari terakhir ini, WRI telah melacak lokasi peringatan titik api yang terjadi di Sumatera. Dalam perkembangan terbaru ini, WRI menganalisis tren historis kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera.Kebakaran terus terjadi di Indonesia, menyebarkan kabut asap yang menyiksa ke penjuru negeri dan juga Singapura serta Malaysia. Hasil riset terbaru dari World Resources Institute menunjukkan tren yang mengkhawatirkan terkait fenomena kebakaran hutan ini:Kebakaran yang terjadi saat ini tidak melampaui batas normal tren historis kebakaran hutan yang terjadi di wilayah Indonesia, namun hal ini mungkin berubah jika kobaran api terus membesar.Kebakaran saat ini adalah bagian dari krisis endemik kebakaran hutan, lahan dan pembersihan lahan yang telah berlangsung sejak lama di Indonesia. Aksi nyata dan tegas jelas dibutuhkan untuk mencegah memburuknya krisis ini. Dalam analisis terbaru ini, WRI meneliti tren historis peringatan titik api di Sumatera. Analisa cepat WRI menunjukkan bahwa kebakaran hutan di Provinsi Riau yang diobservasi saat ini masuk ke dalam pola yang lebih besar dalam kebakaran hutan dan lahan. Namun demikian, bulan Juni tahun 2013 ini ada kemungkinan menjadi salah satu bulan dengan rekor terburuk kebakaran hutan sejak 2001. Evaluasi terhadap pola pergerakan angin juga dapat menjelaskan mengapa dampak kebakaran tahun ini terasa sangat buruk di Singapura.Kami mengeksplorasi tren tersebut menggunakan dua set data:Data peringatan titik api historis dari Data Titik Api Aktif Nasa, yang menunjukkan peringatan titik api pada periode 1 Januari 2001 hingga saat ini. Data ini hanya mengindikasikan kemungkinan lokasi ternjadinya kebarakan. Untuk mengetahui apakah ada api atau tidak, data tersebut harus diverifikasi di lapangan. Lihat disini untuk informasi lebih lanjut tentang data NASA.Informasi terhadap sumber sebaran angin Singapura didapatkan dari model HYSPLIT NOAA yang mempertimbangkan data meteorologis serta juga dapat digunakan untuk memperkirakan arah perjalanan angin untuk mencapai satu lokasi dan pada waktu tertentu.Catatan: Visualisas di bawah ini berdasarkan data yang tersedia secara publik dari NASA, NOAA dan Pemerintah Indonesia. Para ahli di WRI telah melakukan usaha terbaik mereka untuk melakukan verifikasi terhadap informasi ini, namun tidak dapat mengkonfirmasi akurasi dari informasi awal tersebut.
Banyak orang telah bertanya apakah kebakaran hutan saat ini di Indonesia lebih buruk dari biasanya. Peta dari NASA di bawah ini menunjukkan bahwa kebakaran merupakan permasalahan yang terus berulang di Sumatera dan Indonesia secara umum. Melihat data historis antara tahun 2001 sampai 2012, Sumatera mengalami rata-rata sekitar 20.000 peringatan titik api setiap tahunnya (dengan tingkat keyakinan deteksi lebih dari 30 persen). Peringatan titik api biasanya muncul cukup banyak di sekitar bulan Juni hingga September setiap tahunnya. 60 persen titik api yang diobservasi setiap tahunnya muncul pada periode waktu 4 bulan tersebut.
Sepanjang bulan ini, telah terdeteksi setidaknya 8.343 peringatan titik api hingga tanggal 24 Juni 2013. Angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata peringatan titik api bulan Juni sejak tahun 2001, dan data tersebut telah menempatkan bulan Juni tahun ini dengan angka peringatan titik api tertinggi dalam 12 tahun terakhir. Dalam periode 12 tahun ke belakang, hanya ada 3 periode bulan lainnya yang memiliki angka peringatan titik api diatas 8.000—seluruhnya terjadi di tahun 2006.
Angka titik api yang tinggi dan saat ini masih berlangsung di Indonesia merupakan isu yang sangat serius, seringkali juga terkait dengan pembersihan lahan bagi komoditas utama seperti kelapa sawit dan industri kayu serta kertas. Hal ini telah merusak hutan alam, berkontribusi terhadap tingginya polusi udara, berdampak pada perubahan iklim serta juga memberi dampak yang sangat merugikan bagi kesehatan masyarakat di wilayah tersebut.
Peta interaktif dari NASA di bawah ini menunjukkan peringatan titik api di Sumatra selama satu dekade ke belakang: (#map)
Walaupun data historis menunjukkan bahwa kebakaran hutan bukan sesuatu yang tidak biasa pada periode waktu saat ini di Sumatera, namun kali ini perhatian dunia internasional meningkat secara dramatis di seputar isu kebakaran hutan ini. Banyak kebakaran hutan yang terjadi tanpa banyak orang atau media di luar Riau, Jambi dan Sumatera Utara yang menyadari. Kali ini cukup berbeda—kemungkinan besar karena arus angin serta pola pergerakan udara yang telah membawa sebagian besar asap kebakaran ke Singapura.
Pengaruh kebakaran ini pada negara tetangga Singapura dan Malaysia juga tidak kalah dramatis; pada hari Jumat 21 Juni, Indeks Standar Polusi (PSI) yang digunakan untuk mengukur polusi udara di Singapura meningkat tajam hingga angka rekor 400, jauh lebih tinggi dari angka 226 yang terekam pada peristiwa kebakaran hutan besar di tahun 1998 dan jauh lebih tinggi juga dari angka 100 yang merupakan batas maksimum yang dapat diterima sebagai kualitas udara yang “sehat”.
Untuk dapat lebih mengerti mengapa Singapura mendapat dampak yang sangat buruk, WRI mengalisa pola pergerakan udara di bulan Juni 2013 menggunakan model HYSPLIT milik NOAA. Diagram dibawah ini menunjukkan peta sebaran titik api yang ditumpang-tindihkan dengan pergerakan (trajektori) udara di tiga minggu terakhir. Kami menemukan bahwa di minggu pertama bulan Juni, hanya 4 persen peringatan titik api yang dilalui oleh pergerakan udara ke Singapura. Namun demikian, pada minggu kedua dan ketiga, angka tersebut meningkat hingga 40 persen, juga berkorelasi dengan tajamnya peningkatan angka peringatan titik api.
Pola ini, dikombinasikan dengan tingginya jumlah peringatan titik api, berkontribusi terhadap status darurat buruknya kualitas udara di Singapura. Lebih jauh lagi, seiring waktu berjalan dan kebakaran masih terus berlangsung, area lain termasuk Malaysia dan Thailand juga mulai terkena dampak pergeseran pola pergerakan udara. Walaupun dampak kabut asap di Singapura sekarang sudah sedikit mereda, krisis ini belum berakhir dan pola pergerakan udara dapat kembali bergeser ke arah Singapura lagi. Sementara itu, masyarakat di sekitar pulau Sumatera juga terus menjadi korban yang terkena dampak terburuk dengan berbagai laporan bahwa evakuasi mulai dilakukan di awal minggu ini.
Pola angin mengarahkan sebagian besar kabut asap dari kebakaran ke arah Singapura, sebuah area metropolis dengan populasi yang cukup padat dan pusat finansial global serta media. Sebagai dampaknya, kabut asap yang terjadi di Singapura langsung menarik perhatian media internasional. Sampai tadi malam, kabut asap tersebut telah tersebar ke negara tetangga, Malaysia, dan tingkat polusi di wilayah tersebut meningkat tajam. Dari paparan diatas, walaupun kebakaran hutan di Indonesia bukan sesuatu yang tidak umum pada periode waktu ini, namun pola pergerakan angin tahun ini telah membantu membangun perhatian dunia internasional yang sangat besar terhadap krisis ini.
Walaupun kebakaran hutan terus menjadi tantangan yang masih berlangsung saat ini, perhatian publik yang terus meningkat dapat membantu pemerintah dan pemangku kepentingan lain untuk mengalihkan fokus pada solusi permasalahan ini—baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Membakar hutan adalah perbuatan ilegal berdasarkan hukum Indonesia, namun hal ini tidak dijalankan dengan cukup ketat di lapangan. Pejabat di pemerintahan Indonesia, perusahaan dan komunitas dapat memanfaatkan momentum dari peristiwa ini sebagai peluang untuk bekerjasama di tingkat nasional, regional dan lokal menembus batas-batas wilayah untuk bekerja mencegah kebakaran di masa depan. Sementara angka peringatan titik api saat ini terus menanjak, perlunya aksi nyata sudah sangat mendesak dilakukan untuk memastikan pola kehancuran seperti yang terjadi saat ini dapat dihentikan, tentunya juga untuk kebaikan masyarakat Indonesia.
Baca juga rekomendasi WRI lainnya terkait krisis kebakaran hutan dan lahan di Indonesia:
“Mengintip diantara kabut: Bagaimana data dapat membantu kita menyelidiki kebakaran di Indonesia”
“Wri Merilis Data Terbaru Terkait Kebakaran Hutan Di Indonesia"
Kemen Austin adalah kandidat Doktor di Duke University dan peneliti di WRI. Dr. Prasad Kasibhatia dari Duke University Nicholas School of the Environment juga berkontribusi terhadap analisa pola angin dan udara menggunakan model HYSPLIT. James Anderson, Andrew Leach, Fred Stolle, Andika Putraditama, Lisa Johnston, Susan Minnemeyer dan ahli lain di WRI juga berkontribusi dalam artikel ini.

Artikel ini telah disunting untuk mengklarifikasi penggunaan data peringatan titik api NASA.

Apakah Kebakaran di Indonesia Saat Ini Merupakan Insiden Yang Unik?

Apa yang membuat krisis kali ini berbeda?

Apa yang dapat dilakukan terkait kebakaran hutan saat ini?

No comments:

Post a Comment